Senin, 30 Desember 2019

NOVEL ( Tugas Ujian Akhir Semester)


Novel
Judul         : KALATIDHA
Karya.      : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit  : GRAMEDIA
Cetakan 1 : januari 2007
Cetakan 2 : februari tahun 2019
Hal             : 240 halaman


Sejarah Indonesia Dalam  Novel  Kalatidha karya S.G.A
Seno Gumira Ajidarma merupakan seorang cerpenis, esais, wartawan, dan pekerja teater. Nama samaran yang dimilikinya Mira Sato, digunakan untuk menulis puisi sampai tahun 1981. Dia lahir di Boston, Amerika Serikat pada tanggal 19 Juni 1958, tetapi dibesarkan di Yogyakarta. Ayahnya adalah Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Ibunya, Poestika Kusuma Sujana, adalah dokter spesialis penyakit dalam. Seno menikah dengan Ikke Susilowati pada tahun 1981 dan dikaruniai seorang anak bernama Timur Angin. Seno menyelesaikan sekolahnya di SD, SMP, dan SMA di Yogyakarta. Selanjutnya, ia kuliah di Jurusan Sinematografi, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) tahun 1977. Pada tahun 2000, ia menyelesaikan studi di Magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia dan lima tahun kemudian ia menyelesaikan Doktor Ilmu Sastra, Universitas Indonesia. Proses kreatif Seno dimulai tahun 1975, saat itu ia berusia 17 tahun.
 Keterlibatan Seno di dunia seni dimulai saat ia menjadi anggota rombongan sandiwara Teater Alam pimpinan Azwar A.N. Berawal dari dunia teater, Seno kemudian masuk ke dunia sastra. Karyanya yang pertama berbentuk puisi dimuat dalam rubrik "Puisi Lugu" dalam majalah Aktuil, asuhan Remy Sylado. Selanjutnya, Seno menulis cerpen dan esai. Cerpennya yang pertama "Sketsa dalam Satu Hari" dimuat dalam surat kabar Berita Nasional Tahun 1976. Esainya yang pertama dimuat dalam harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Kariernya di dunia kewartawanan dimulai pada tahun 1977 sebagai pembantu lepas harian Merdeka. Selanjutnya, Seno bekerja di majalah kampus Cikini dan menjadi pimpinan redaksi Sinema Indonesia (1980), dan redaktur mingguan Zaman (1983—1984). Seno juga bekerja di majalah Jakarta-Jakarta (1985—1992). Awal tahun 1992, majalah Jakarta-Jakarta berhenti terbit. Seno yang saat itu menjadi redaktur pelaksana harus melepaskan pekerjaannya. Saat menganggur, Seno yang sempat berhenti kuliah kembali melanjutkan studinya di Jurusan Sinematografi di LPKJ yang telah berubah menjadi Fakultas Televisi dan Film, Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Seno berhasil menyelesaikan studinya tahun 1994 dengan skripsi berjudul, "Ciri Bertutur dalam Film Indonesia: Studi atas 20 Skenario Pemenang Citra Festival Film Indonesia 1973—1992." Untuk selanjutnya, Seno berhasil menyelesaikan kuliah doktoralnya di Universitas Indonesia pada tahun 2007.
Seno kembali bekerja di majalah Jakarta-Jakarta akhir tahun 1993, setelah sempat diperbantukan di tabloid Citra. Di majalah Jakarta-Jakarta Seno banyak menulis kritik film. Selain itu, Seno juga mengajar di IKJ pada mata kuliah Penulisan Kreatif dan Kritik Film. Karya Seno antara lain berbentuk kumpulan puisi, cerpen, novel, dan esai. Berikut karya-karya Seno. Kumpulan puisi 1) Mati Mati Mati (1975), 2) Bayi Mati (1978), 3) Catatan-catatan Mira Sato(1978). Kumpulan cerpen 1) Manusia Kamar (1988),Dilarang Menyanyi di Kamar mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), 6) Negeri Kabut (1996), 7) Atas Nama Malam (1999), (8) Iblis Tak Pernah Mati (1999, 2001), (9) Dunia Sukab (2001), (10) Kematian Donny Osmond (2001), (11) Aku Kesepian Sayang, Datanglah Menjelang Kematian (2004), (12) Sepotong Senja Untuk Pacarku (2002), (13) Linguae (2007). Kumpulan naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami (2001) Drama "Mengapa Kau Culik Anakku" dipentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 6-8 Agustus 2001, dan di Societeit, Taman Budaya, Yogyakarta, 16—18 Agustus 2001.
Naskah drama  yang terdapat di dalam kumpulan ini adalah "Clara" yang juga berasal dari cerpen "Clara" yang dimuat dalam kumpulan Iblis Tak Pernah Mati. Karya dramanya yang lain "Pertunjukan Segera Dimulai" (1976). Komik, antara lain, Jakarta 2039, 40 Tahun 9 Bulan setelah 13—14 Mei 1998 (2001), Sukab Intel Melayu: Misteri Harta Centini (2002), Taxi Blues (2001). Novel, antara lain, Jazz, Parfum, dan Insiden (1996), Kitab Omong Kosong (1994), Biola Tak Berdawai (2004), Kalatidha (2007), Wisangeni Sang Buronan (2000), Naga Bumi I Jurus Tanpa Bentuk (2009). Esai, antara lain Affair Obrolan Tentang Jakarta (2004), Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (2005)
Salah satu novel kenamaan SGA adalah Kalatidha. Kalatidha merupakan sebuah novel karya Seno Gumira Ajidarma yang dikategorikan sebagai sastra Indonesia kontemporer. Kalatidha ini lahir pada tahun 2007, dengan melihat karakteristiknya Kalatidha bisa dikategorikan ke dalam karya kontemporer. Kenapa tidak disebut sebagai karya sastra atau karya populer Kalatidha ini? Masalah sastra atau populer dijelaskan oleh Sumardjo dan Saini K.M. (1988: 32) yaitu ada dua hal yang membedakan bacaan fiksi sastra dan bacaan populer. Pertama, tuntutan hiburan ringan pada fiksi populer, dan pada fiksi sastra justru dituntut untuk memberi pemahaman hidup secara luas dan mendalam. Kedua, fiksi populer bisa bersifat eskapisme, yakni melepaskan diri dari kenyataan hidup dan persoalan hidup sehari-hari, sehingga pembaca diajak hiburan untuk melupakan kesulitan hidup. Sebaliknya fiksi sastra mengajak pembaca untuk lebih dekat pada persoalan dalam memahami kehidupan ini. Dari pernyataan Sumardjo dan Saini K.M. itu dapat dinyatakan bahwa novel Kalatidha dikategorikan sebagai fiksi populer sekaligus fiksi sastra karena mengandung kedua unsur tersebut. Bersifat menghibur dikarenakan Kalatidha merupakan kisah pelarian tokoh Aku ke dunia/alam mimpi, khayal, gaib dengan melakukan petualangan seolah menyaksikan
peristiwa-peristiwa nyata.
Dalam Novel Kalatidha banyak menyebutkan hal-hal yang bernuansa romantis. “Romantisme merupakan sebuah aliran kesenian dan kesusastraan yang mengutamakan perasaan, sehingga mementingkan penggunaan bahasa yang indah, mengawang ke alam mimpi” (Laelasari & Nurlaila, 2008: 215). Pengungkapan yang begitu pas tentang perasaan romantisnya tokoh Aku diungkapkan ketika dia bertemu dengan anak kecil perempuan yang di kubur di hutan bambu berkabut. Sebenarnya dia sudah jatuh cinta sejak pandangan pertama ketika berpapasan di jalan. Gadis kecil itu mempunyai saudara kembar, akan tetapi ia lebih menyukai dan mencintai hanya satu di antara mereka. Dia juga tidak mengerti mengapa diahanya mencintai seorang saja meskipun wajah dan tubuh mereka sama. Gadis kecil yang dia cintai akhirnya meninggal dunia karena kebiadaban ‘penguasa’ ideologi pada saat itu. Dia terpanggang bersama kedua orang tuanya dirumahnya yang dibakar massa. Sedangkan gadis kembar yang satunya lagi masih hidup, tetapi dia hidup dalam keadaan gila. Kondisikondisi inilah yang menjadi inspirasi bagi pengarang untuk mengungkapkan untaian
kalimat-kalimat romantisnya. “Sembari menoleh ke arahku ia tersenyum, tetapi aku seperti mendengar ucapan terima kasih” (28).
“Namun seperti juga di dunia fana, di dunia ini cinta bukan tak bisa jadi perkara. Ada kekuasaan untuk memberi dan ada kekuasaan untuk meminta, dan dalam suatu dunia tempat kekuasaan termungkinkan meminta segalanya, tuntutan atas segala cinta juga berlaku kiranya. Penguasa samudera cahaya menghendaki segalanya bagi dirinya, segalanya, termasuk cinta cinta gadisku harus diberikan kepadanya, dan cintaku juga tak luput wajib dipersembahkanckepadanya. Demikianlah bidadariku yang semampai bersayapkan cahaya telah selalu diburunya dengan segala cara” (hal. 59).
Perpaduan antara unsur imaginasi dan realisme terlihat jelas dalam novel ini karena pengarang mengambil ide dan gagasan ceritanya dari persoalan hidup masyarakat. Pada saat itu Indonesia kehilangan sebuah peradaban yang menjelma dalam berbagai krisis multidimensi (krisis politik, ekonomi, sosial, budaya, dan moral) yang menyebabkan runtuhnya nilainilai humanisme.
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Seno_Gumira_Ajidarma

  Dalam novel ini di awali dengan cerita kabut, terselimuti kabut, dan pengakuan bahwa aku adalah kabut, selalu membutuhkan kabut, dan semuanya mengenai kabut itu awal dari novel ini kabut ini adalah elemen yang menurut saya merupakan sebuah rana keabstrakan, sulit untuk dipahami dan memungkinkan pembacanya untuk binggung di bagian awal cerita. Ya tentu dengan cara baca yang berbeda. Bukan dengan cara baca yang memnangapnya sebaai bacaan biasa. Saya demakin tergerak disini bacaan bacaan yang ada membuat saya semakin ingins membacanya lebih dalam dan memahami artinya.
Di dalam novel ini menceritakan sebuah sekenario sejarah yang luar biasa dimana seorang yang menjadi tokoh aku melihat dan menyaksikan venomena dimana terjadi pembunuhan masal di era 1965-1966. Pembantaian ini merupakan pembantaian terkejam yang pernah ada menurut tokoh aku. Tokoh aku melihat peristiwa itu sebagai hal yang tidak masuk akal, ia merasa beruntung bisa melakukan perjalanan ulang-alik, antara dunia nyata yang direkam dan “dunia kabut” yang ia ciptakan sendiri. Dengan bekal keliping dari kakak perempuanya. Semua menuntut balas akan kematian yang dialami.
Walau berbentuk keliping, kehadiran cerita dari koran bukanlah tempelan dan terkait erat dengan pembatasan fikta-fiksi. Bisa diketahui bahwa pembunuhan masal di picu dengan berita sensasional yang mengabarkan peristiwa di Lubang Buaya yang kemudian terbukti tidak pernah terjadi. Cerita tentang perwira yang matanya di cungkil, di sayat – sayat pisau, dipotong kelaminya, sama sekali tidak benar. Seperti dibuktikan oleh “visum et repertum”. Tapi fikdi ini sudah sejak lama dan di pegang sebagai fakta, dan juga alasan yang membuat mereka bertindak. Berita  surat kabar itu termasuk fiksi, tapi sekaligus fakta untuk mengerakan yang memicu orang bertindak. Semuanya tidak dapat di bedakan sebuah fiksi-fakta/fakta-fiksi, yang membuat orang mengalami ganguan trauma pada dirinya, kita tahu bahwa kita tau. Seperti halnya seperti pembahasan kematian munir yang tidak pernah selaesai atau penembakan Aktifis mahasiswa Trisakti dan Samanggi I-II yang hingga saat ini belum terungkap.
Pada novel ini kabut dijadikan sebuah objek untuk keliar dari semua masalah yang ada, bukan semakin masuk tapi menyadari dalam mencerna ( tidak akan selalu sukses) apa yang dilihat, didengar atau dialami. Strategi novel ini yang menghadapi kenyataan lewat kabut, kegilaan, dan ketidak jelasan di perkuat dengan gambaran tentang Rajapati, “mahluk purba haus darah yang menikmati pencabutan  nyawa dalam penyiksaan.” Apa yang di maksutkan dalam novel ini sangat sulit untuk di pahami, membituhkan keuletan yang tinggi dengan keseriusan yang kan membuat pembaca memahami kata demi kata, dan kalimat demi kalimat.   Dalm novel ini kematian menuntut balas menjadi hal menarik untuk di baca, dalam sinopsi yang ada di kover buku bagian belakang telah terdapat kata yang membuat orang penasaran akan buku ini. Mengingat kembali saat inggin membaca buku ini, ada sinopsis yang selalu membuat penasaran pembaca aeal.
“seorang pembobol bank masuk penjara, dan membaca kliping koran peristiwa 1965. Namun ia hidup di berbagai dunia, dari mistik sampai politik, dari cinta sampai bencana, dari yang masuk akal sampai kedalam suatu kegilaan...’
“ Dengan buku ini, Seno menawarkan gaya penulisan untuk mengungkapkan bagaimana menyelaraskan sebagian dari bunyi – bunyi sumbang ke dalam rangkuman dunia tanpa melupakan bahwa hidup ini sesungguhnya kocak, acak, dan edan.”
Di sini menjelaskan kalatida merupakan sebuah novel sejarah, ketika seorang yang tak menyukai buku sejarah bisa mencoba buku ini untuk di baca,  buku yang bagus untuk menjadi pengetehuan tambahan, jangan mau hanya untuk melihat orang bercerita tapi bacalah untukmu agar kamu ikut berletualang didalam lingkaran yang sukar di tembus, dalam suasana haru biru dan kebahagiaan.
“semua yang di tulis. Pasti ada sebabnya, semua yang di buat pasti ada maknanya, jadi jangan lupa baca, karena ketika kita membaca otak akan belajar mendeskripsikan dirinya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

waw novel kalatida memang sangat bagus. dan menurutku agak sedikit rumit untuk di pahami.

NOVEL ( Tugas Ujian Akhir Semester)

Novel Judul         : KALATIDHA Karya.      : Seno Gumira Ajidarma Penerbit  : GRAMEDIA Cetakan 1 : januari 2007 Cetakan 2 : februar...